Senin, 01 Juli 2013

Menetapkan Kriteria Manajer Proyek yang Baik

Beberapa kolega sempat bertanya kepada saya mengenai kriteria-kriteria yang harus dipenuhi sebagai syarat menjadi Manajer Proyek (Project Manager/PM) yang baik.

Hal tersebut memang tidak mengherankan karena posisi Manajer Proyek memegang peranan kritis dalam keberhasilan sebuah proyek terutama di bidang teknologi informasi.

Berikut ini kualifikasi teknis maupun nonteknis yang harus dipenuhi seorang Manajer Proyek yang saya sarikan dari IT Project Management Handbook.

Setidaknya ada 3 (tiga) karakteristik yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kualifikasi seseorang untuk menjadi Manajer Proyek yaitu:

Karakter Pribadinya
Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Proyek yang Dikelola
Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Tim yang Dipimpin

Karakter Pribadinya

Memiliki pemahaman yang menyeluruh mengenai teknis pekerjaan dari proyek yang dikelola olehnya.
Mampu bertindak sebagai seorang pengambil keputusan yang handal dan bertanggung jawab.
Memiliki integritas diri yang baik namun tetap mampu menghadirkan suasana yang mendukung di lingkungan tempat dia bekerja.
Asertif
Memiliki pengalaman dan keahlian yang memadai dalam mengelola waktu dan manusia.

Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Proyek yang Dikelola

Memiliki komitmen yang kuat dalam meraih tujuan dan keberhasilan proyek dalam jadwal, anggaran dan prosedur yang dibuat.
Pelaksanakan seluruh proses pengembangan proyek IT sesuai dengan anggaran dan waktu yang dapat memuaskan para pengguna/klien.
Pernah terlibat dalam proyek yang sejenis.
Mampu mengendalikan hasil-hasil proyek dengan melakukan pengukuran dan evaluasi kinerja yang disesuaikan dengan standar dan tujuan yang ingin dicapai dari proyek yang dilaksanakan.
Membuat dan melakukan rencana darurat untuk mengantisipasi hal-hal maupun masalah tak terduga.
Membuat dan menerapkan keputusan terkait dengan perencanaan.
Memiliki kemauan untuk mendefinisikan ulang tujuan, tanggung jawab dan jadwal selama hal tersebut ditujukan untuk mengembalikan arah tujuan dari pelaksanaan proyek jika terjadi jadwal maupun anggaran yang meleset.
Membangun dan menyesuaikan kegiatan dengan prioritas yang ada serta tenggat waktu yang ditentukan sebelumnya.
Memiliki kematangan yang tinggi dalam perencanaan yang baik dalam upaya mengurangi tekanan dan stres sehingga dapat meningkatkan produktifitas kerja tim.
Mampu membuat perencanaan dalam jangka panjang dan jangka pendek.

Karakteristik Kemampuan Terkait dengan Tim yang Dipimpin

Memiliki kemampuan dan keahlian berkomunikasi serta manajerial.
Mampu menyusun rencana, mengorganisasi, memimpin, memotivasi serta mendelegasikan tugas secara bertanggung jawab kepada setiap anggota tim.
Menghormati para anggota tim kerjanya serta mendapat kepercayaan dan penghormatan dari mereka.
Berbagi sukses dengan seluruh anggota tim.
Mampu menempatkan orang yang tepat di posisi yang sesuai.
Memberikan apresiasi yang baik kepada para anggota tim yang bekerja dengan baik.
Mampu mempengaruhi pihak-pihak lain yang terkait dengan proyek yang dipimpinnya untuk menerima pendapat-pendapatnya serta melaksanakan rencana-rencana yang disusunnya.
Mendelegasikan tugas-tugas namun tetap melakukan pengendalian melekat.
Memiliki kepercayaan yang tinggi kepada para profesional terlatih untuk menerima pekerjaan-pekerjaan yang didelegasikan darinya.
Menjadikan dirinya sebagai bagian yang terintegrasi dengan tim yang dipimpinnya.
Mampu membangun kedisiplinan secara struktural.
Mampu mengidentifikasi kelebihan-kelebihan dari masing-masing anggota tim serta memanfaatkannya sebagai kekuatan individual.
Mendayagunakan setiap elemen pekerjaan untuk menstimulasi rasa hormat dari para personil yang terlibat dan mengembangkan sisi profesionalisme mereka.
Menyediakan sedikit waktu untuk menerima setiap ide yang dapat meningkatkan kematangan serta pengembangan dirinya.
Selalu terbuka atas hal-hal yang mendorong kemajuan.
Memahami secara menyeluruh para anggota tim yang dipimpinnya dan mengembangkan komunikasi efektif di dalamnya.



sumber : http://www.setiabudi.name/archives/990

What is COCOMO? Explain COCOMO model in detail?

The Constructive Cost Model (COCOMO) is an algorithmic software cost estimation model developed by Barry Boehm. The model uses a basic regression formula, with parameters that are derived from historical project data and current project characteristics.



COCOMO was first published in 1981 Barry W. Boehm's Book Software engineering economics[1] as a model for estimating effort, cost, and schedule for software projects. It drew on a study of 63 projects at TRW Aerospace where Barry Boehm was Director of Software Research and Technology in 1981. The study examined projects ranging in size from 2,000 to 100,000 lines of code, and programming languages ranging from assembly to PL/I. These projects were based on the waterfall model of software development which was the prevalent software development process in 1981.



References to this model typically call it COCOMO 81. In 1997 COCOMO II was developed and finally published in 2000 in the book Software Cost Estimation with COCOMO II[2]. COCOMO II is the successor of COCOMO 81 and is better suited for estimating modern software development projects. It provides more support for modern software development processes and an updated project database. The need for the new model came as software development technology moved from mainframe and overnight batch processing to desktop development, code reusability and the use of off-the-shelf software components. This article refers to COCOMO 81.



COCOMO consists of a hierarchy of three increasingly detailed and accurate forms. The first level, Basic COCOMO is good for quick, early, rough order of magnitude estimates of software costs, but its accuracy is limited due to its lack of factors to account for difference in project attributes (Cost Drivers). Intermediate COCOMO takes these Cost Drivers into account and Detailed COCOMO additionally accounts for the influence of individual project phases.

The Constructive Cost Model (COCOMO) is an algorithmic software cost estimation model developed by Barry Boehm. The model uses a basic regression formula, with parameters that are derived from historical project data and current project characteristics.



COCOMO was first published in 1981 Barry W. Boehm's Book Software engineering economics[1] as a model for estimating effort, cost, and schedule for software projects. It drew on a study of 63 projects at TRW Aerospace where Barry Boehm was Director of Software Research and Technology in 1981. The study examined projects ranging in size from 2,000 to 100,000 lines of code, and programming languages ranging from assembly to PL/I. These projects were based on the waterfall model of software development which was the prevalent software development process in 1981.



References to this model typically call it COCOMO 81. In 1997 COCOMO II was developed and finally published in 2000 in the book Software Cost Estimation with COCOMO II[2]. COCOMO II is the successor of COCOMO 81 and is better suited for estimating modern software development projects. It provides more support for modern software development processes and an updated project database. The need for the new model came as software development technology moved from mainframe and overnight batch processing to desktop development, code reusability and the use of off-the-shelf software components. This article refers to COCOMO 81.



COCOMO consists of a hierarchy of three increasingly detailed and accurate forms. The first level, Basic COCOMO is good for quick, early, rough order of magnitude estimates of software costs, but its accuracy is limited due to its lack of factors to account for difference in project attributes (Cost Drivers). Intermediate COCOMO takes these Cost Drivers into account and Detailed COCOMO additionally accounts for the influence of individual project phases.Basic COCOMO computes software development effort (and cost) as a function of program size. Program size is expressed in estimated thousands of lines of code (KLOC).



COCOMO applies to three classes of software projects:

* Organic projects - "small" teams with "good" experience working with "less than rigid" requirements

* Semi-detached projects - "medium" teams with mixed experience working with a mix of rigid and less than rigid requirements

* Embedded projects - developed within a set of "tight" constraints (hardware, software, operational, ...)



The basic COCOMO equations take the form



Effort Applied = ab(KLOC)bb [ man-months ]

Development Time = cb(Effort Applied)db [months]

People required = Effort Applied / Development Time [count]



The coefficients ab, bb, cb and db are given in the following table.

Software project ab bb cb db

Organic 2.4 1.05 2.5 0.38

Semi-detached 3.0 1.12 2.5 0.35

Embedded 3.6 1.20 2.5 0.32



Basic COCOMO is good for quick estimate of software costs. However it does not account for differences in hardware constraints, personnel quality and experience, use of modern tools and techniques, and so on.

Intermediate COCOMO computes software development effort as function of program size and a set of "cost drivers" that include subjective assessment of product, hardware, personnel and project attributes. This extension considers a set of four "cost drivers",each with a number of subsidiary attributes:-



* Product attributes

Required software reliability

Size of application database

Complexity of the product

* Hardware attributes

Run-time performance constraints

Memory constraints

Volatility of the virtual machine environment

Required turnabout time

* Personnel attributes

Analyst capability

Software engineering capability

Applications experience

Virtual machine experience

Programming language experience

* Project attributes

Use of software tools

Application of software engineering methods

Required development schedule

kebaikan memakai Open Source Software


Komputer membutuhkan software untuk melaksanakan tugasnya. Software ini dibuat oleh beberapa pengembang software. Dari beberapa model pengembangan software, model pengembangan open source software merupakan salah satu bagiannya. Model ini telah digunakan secara luas dalam 20 tahun terakhir ini. Banyak sekali teknologi yang merupakan hasil dari model pengembangan ini yang digunakan sehubungan dengan software yang diproduksi oleh industri software komersial dan hasilnya telah memberikan kemajuan besar dalam hal kapabilitas, kemampuan, aksesibilitas dan keterbelian dari software tersebut.
Model pengembangan open source software ini dilakukan dengan cara memberikan kebebasan bagi semua orang untuk melihat dan mengetahui serta mengubah kode software yang bersangkutan. Dengan cara ini maka diharapkan akan ada seseorang yang memiliki kemampuan pemrograman memadai untuk dapat melihat kode program tersebut dan menemukan bugs serta kelemahan-kelemahan yang terdapat didalamnya untuk kemudian melakukan perbaikan agar bugs dan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dihilangkan. Dengan adanya bantuan-bantuan pihak luar untuk memperbaiki bugs dan kelemahan-kelemahan dalam suatu software maka pengembangan metode ini diyakini/diharapkan dapat meningkatkan keamanan software yang dikaji.

Berikut adalah keuntungan software Open Source:

Sisi pengguna:

Gratis
Pengguna dapat terlibat dalam pengembangan program karena memiliki source code nya
Respon yang baik dari pemakai sehingga bug dapat ditemukan dan diperbaiki dengan lebih cepat.

Sisi developer:

Seluruh komunitas mau dan dapat membantu untuk membuat software menjadi lebih baik
Tidak ada biaya iklan dan perawatan program
Sebagai sarana untuk memperkenalkan konsep

Linux adalah sebuah contoh yang bagus. Banyak sistem operasi yang berusaha meniru kisah sukses Linux, tetapi Linux tetap yang paling sukses hingga saat ini. Aspek positif dari Open Source adalah penerimaan yang luas untuk software yang benar-benar bagus.

Selain itu keuntungan dari opensource yaitu:

Meningkatnya reliabilitas. Oleh karena kode sumber untuk program-program open source tersedia secara bebas maka program yang dibuat oleh seseorang ataupun sesuatu organisasi akan mendapatkan review dari rekan-rekannya ataupun pihak-pihak lain. Hal ini mengakibatkan program-program open source mempunyai reliabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan program-program closed source (proprietary). Reliabilitas yang tinggi ini tentu saja menguntungkan bagi pihak customer karena ia dapat memperoleh program-program yang dapat diandalkan dalam melakukan tugas-tugas yang diberikan kepadanya.
Meningkatnya keamanan. Selain itu dengan tersedianya kode sumber maka segala kesalahan yang terdapat dalam program, misalnya kesalahan logika ataupun kesalahan pengkodean, dapat segera diperbaiki tanpa perlu menunggu waktu yang lama, karena seseorang yang menemukan kesalahan tersebut dapat saja segera memperbaikinya dan mengirimkan perbaikan tersebut ke Internet atau bila ia tidak mampu memperbaikinya ia dapat memberitahu pihak-pihak lain. Sebagai contoh, suatu kesalahan dalam Linux umumnya segera diperbaiki dalam kurun waktu kurang dari satu hari, bahkan dalam beberapa jam sejak dikeluarkan. Namun demikian, software yang didistribusikan secara open source tidak menjamin bahwa software tersebut aman.
Selain itu dengan tersedianya kode sumber maka customer akan merasa lebih nyaman, lebih yakin karena ia tidak membeli kucing dalam karung. Bagaimanakah perasaan Anda bila mobil yang Anda beli tidak dapat dilihat mesinnya ataupun bagian-bagian dalam lainnya ?


sumber: http://sirendi.blogspot.com/2013/04/kenapa-dianjurkan-menggunakan-software.html